Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2011

Istri Pengen Self Care VS Suami yang Nggak Peka

Aku tergelitik untuk nulis ini karena baca salah satu komentar di Instagramku, yang ngebahas tentang pentingnya para ibu meluangkan waktu untuk self care ( Tonton di sini ).  Kalo ditanya, pasti semua ibu pengen self care -an. Tapi realitanya, boro-boro, mau self care gimana? Udah repot duluan ngurus anak. Belum lagi kalo suami nggak peka 😢  Kayaknya sangat mewakili ibu-ibu banget yaa. Angkat tangan kalo relate ! 🤭 Emang ya, Bun. Setelah punya anak, apalagi masih kecil, mau nyuri waktu self care tuh "menantang" banget. Padahal itu salah satu kebutuhan dasar supaya kita bisa recharge energi. Makanya, penting banget peran suami di sini untuk gantiin take care anak atau bantu pekerjaan rumah selama kita self care . Tapi, banyak istri yang ngerasa suaminya nggak peka, nggak mau bantu.  Tau nggak, kalo sebenarnya kebahagiaan tertinggi seorang laki-laki adalah ketika ia bisa membahagiakan pasangannya. Boleh di kroscek ke suami masing-masing, apa definisi kebahagiaan bagi mere

Pada Malam Natal Aku Melihat Santa Clause

Pada malam natal aku melihat santa clause Ia keluar dari mesin percetakan dalam jumlah ribuan eksemplar Wajahnya terpampang manis tanpa kumis menawarkan produk alat cukur Di lain hari kutemukan ia berjemur di aspal Menyebar flayer-flayer bergambar menu natal Aih, betapa perutnya yang buncit cermin citarasa tiada tara Kadang ia menjelma sepasang gupala Parasnya ajaib mirip manekin Menyapa langkah yang lalu di depan pintu toko baju Ho…ho...ho…. Santa Claus Santa Claus Tawa berguguran  di pilar atrium seperti salju dan lollipop    Ribuan tubuh bermata keledai menyepuh lowerground Mereka penuhi  troli dengan mimpi kanak-kanak d an pundi di perut Santa Ho…ho...ho... Santa Claus Santa Claus Di pamflet tawanya menyergap mata Baliho mengisi ruang-ruang tempurung kepala Hey, Aku melihat santa claus malang terperangkap di ranting cemara Itukah sebabnya  Ia biarkan kosong Kaus kaki yang k
Tentang Pelangi Kecilku Aku membaca senja yang hilang di matamu Siapa sembunyikan tarian tujuh rupa bidadari? Sekeping mozaik diasingkan waktu Pelangi kecilku meniup tujuh cahaya lilin Itulah tonggak habisnya segala pelita jiwa Adalah sekedar dalih darah yang mengaliri nadi Sebab hulunya telah ditanam benci Dua pasang mata dulu singgah dalam bahtera Pelangi kecilku bertanya: Apakah detak yang mereka cipta bagian dari prosesi dan bukan pernyataan cinta? Masih lekat semalam ibunda berbisik mantera manis bungabunga mimpi Selalu Ia latah di akhir kisah “Dan akhirnya mereka hidup bahagia selamanya” Rupanya dinding mulai jemu mengendapkan   kebohongan Dinihari retak menyemburkan lukaluka karatan Angin sibuk merekam makian Embun saling bentur berdenting jatuh di kelopak yang terpejam ketakutan Pelangi kecilku menepi di sudut rumah kematiannya demi tak ingin lagi melihat kasih sayang demi tak mau

Dunia Bisu

Untuk pertama kalinya jiwaku luluh lantak oleh sebuah sorot mata tajam. Ia seperti pelangi, membawa serta peri- peri dalam rengkuh candikala. Dan aku dicurinya, dibawanya menari sepanjang senja. Ia memelukku dengan cahaya warna warni  Dunia bisu, tapi kami mengerti. Jernih tatapnya bicara cinta. Lebih gamblang dari seribu kata yang menggetarkan dibanding sejuta rayuan. Dunia bisu, Aku mengerti ia mengerti Matanya bicara resah Melihat tatapku gelisah Detak jantungku menyempitkan waktu. Parade pelangi memang akan berakhir. Berganti selimut petang yang sempurna. Tapi kami masih menari. Diiringi tetabuhan pilu dan tangis bercampur gerimis tipis. Tersisa hanya biasmu, dunia masih bisu. Aku melepasmu dengan caraku, dengan sorot mata tajam itu. Tepat purnama ketujuh, aku setia menghadirkanmu, dalam malamku, dalam doa-doaku. Aku lumpuh, aku sakit. Bukan karna hujan yang mengguyurku sejak kemarin. Bukan karna angin dingin yang mencengk

Wanita dengan Buah Kweni di Punggungnya

Sekali lagi matahari harus bertekuk lutut, menyerah kalah, seperti pagipagi sebelumnya Dunia masih lelap dalam buaian mimpi yang tak juga kesampaian Matahari terpejam Udara terpejam Hati terpejam Bulan hampir terpejam Akuilah wahai surya Wanita itu lebih perkasa dipaksanya pagi membelalakkan mata Mencakar lereng bukit menyeruak, menyisiri semak tebu menelusuri akar jati hingga ke bawah kakikaki telanjang mencium mesra tanah berbatu Burung kecil adalah orkes sepanjang jalan Senandung kehidupan dan perjuangan Dicumbu pagi buta, merekalah penguasa saat kau masih terlena Dan ketika kau terlambat menyadari geliat kehidupan Bergegas Menggeregah Berbenah membentangkan selendang warna emas dari balik bukit Kau cipratcipratkan pada daun, embun pada bungabunga tebu pada tenggok di punggungnya yang harum buah kweni Sesungguhnya mereka telah siap mengajakmu berlari Dan akhirnya akuilah sekali lagi

Sehari 'Jadi Tentara'

Dengan alasan sepi, tak ada teman, bingung mau ngapain, beberapa sudah pulang menikmati libur kuliah di jogja, maka kami, penghuni kontrakan yang masih tersisa memutuskan untuk menikmati weekend dengan berjalan-jalan di seputaran bandung. Tujuan pertama kami (awalnya), adalah mengunjungi pameran craft yang terletak di jalan aceh no 15. eh, oleh angkot kami diturunkan di jl aceh no 50..sekian. Terpaksa kami harus jalan kaki di siang yang terik. parahnya, kami belum pernah melewati jalan itu sebelumnya. Tak lama kami melintas di kawasan markas TNI. Setelah aksi sikut menyikut, seorang temanpun memberanikan diri untuk bertanya jalan pada seorang tentara yang sedang berjaga. Petunjuk arah telah kami kantongi. Bukannya melanjutkan perjalanan, perhatian kami justru tertuju pada deretan tank besar yang terpajang di halaman. Kata pak tentara, di tempat itu memang sedang diselenggarakan pameran kendaraan dan alat perang milik TNI-AD. Tanpa menunggu lebih lama, kami berkeliling, menaiki satu p

Dago

Berkunjung ke Dago membuatku teringat pada Vendenbrug di Yogyakarta, kota kelahiranku.Tempat ini adalah tempat nongkrong dan berkumpulnya berbagai komunitas di Bandung. Kalo ingin mengetahui perkembangan fashion terbaru, tempat ini patut dijadikan acuan. Melihat orang lalu-lalang, sepertinya sulit membedakan mana yang artis,yang mirip dan yang bukan artis. Mereka berani mengekspresikan diri lewat dandanan dan pakaian yang dikenakan.Mungkin karena telah menjadi pemandangan sehari-hari, yang melihatpun tidak merasa itu sebagai hal aneh dan berlebihan.

Workshop Desain Produksi dan Strategi Pemasaran Marchendice Band

       Dua hari kemarin (10-11 Desember 2011), aku dan kawan2 mengikuti sebuah workshop di Common Room. Pembicaranya kebanyakan dari Iluminator, sebuah komunitas pekerja gambar untuk band2 Underground. Metal, Underground! Sesuatu yang nggak aku banget. Dan bener, hari pertama aja kami harus membuat sketsa,dan harus zombi! Zombi yang seram dan berdarah-darah itu! Semula, aku yang cuma ngikut teman n nggak tau apa2, sempat merasa bukan tempatku berada di situ. Tapi untunglah cuma sebentar, karena selebihnya sangat menyenangkan. Banyak ilmu baru yang kudapat. Aku jadi tahu bagaimana cara mendesain kaos mulai dari tahap ide, sket, inking, n painting, menyablon hingga bagaimana memasarkannya. Nggak nyesel deh apalagi dapat kaos gratis. hehe.. Dari kanan: Hasil sketsa Totok Ardyanto, Ario Murti, Andhi Ayu, Isyka Syukriya Sketku: Meski zombie tetep 'unyu' kan Kaos yang kami dapat dari hasil workshop   Suasana Workshop

Lanskap Yogya

Gedung-gedung berjejal congkak Kotaku tak lagi punya ruang untuk sekedar merebahkan punggung malam yang mulai encok, memanggul sejarah Anak-anak kehilangan candikala Kehilangan petak sawah tempat menembang lagu dolanan menyibak tawa diantara kembang jagung yang mekar Lalu rembulan jatuh begitu saja di dasar sungai yang keruh menenggelamkan rindu tanpa sayup megatruh sunyi kinanthi Di sini orang-orang berduyun dari segala penjuru melahap euforia dengan rakus merenggut paksa kesakralan tanah moyangnya Sepasang beringin kembar terasing menepi dari arus waktu Ke Nirbaya mereka menyeret langkah mengusung keranda 2010

Pada Suatu Hari di Kota Boneka

Perempuan itu tertatih,mendekap bayi merah Mata lantang menatap kota tujuan Meski tak sempat sembunyikan pasi wajah Belum kering darah di antara dua betisnya menggenangi jalan raya Sayap-sayap kuyup tak sempat terpungut malaikat terhenyak, lupa menutup mulut mereka urung menyematkan doa di ubun-ubun jabang petaka si bapa lebih dulu menyerang Masih lekat lebam disekujur tubuh Juga rahim istri yang remuk oleh murka Mengapa harus lahir bayi-bayi perempuan Yang hanya akan pandai bergincu Sementara langit mulai doyong Dan tangan yang semula kekar Terlampau keriput menyangga langit Dalam genggaman, tangan mungil bocah ingusan Di hati terbesit tanya, mau ke mana Ini kota begitu asing Terali di segala penjuru mata angin Mengapa amat kelam Rumah jembatan dan gedung berwarna ungu Mengingatkannya pada lapar yang menggerus lambung sejak semalam Orang lalulalang dengan punggung ditumbuhi gerigi mesin seperti boneka yang selama ini ia idamkan Matahari memar Di depan p

Plaosan

Angin kerontang memungut sepotong awan Kepak burung hitam tumbang menampar terik Kaoknya parau bagai sayatan sabit malaikat Liang semut telah berabad lalu ditinggal penghuni rengkah di balik ilalang kering Sepasang kaki menjejak pusara sejarah tanpa kamboja Lahat menganga risau menunggu kematian melenggang tanpa wujud Di dinding batu yang gelap dan dingin tangan gaib merangkai ceceran huruf berkabung Amitbha Aksobya Vajrapani Manjusri Diakah Bodhisattva yang bersimpuh menahan perginya sang Budha? Arca bergelimpangan tanpa kepala Oh, pembantaian semalam menyisakan anyir darah dan desir kekosongan Aku Pramudya Wardani Putri Samaratungga! Kutebar kuncup melati di atas jasadku Agar semerbak lesap dalam kalbu kekasih Ingatkah ketika kau letakkan gelora di pucuk-pucuk perwara? Dua kerajaan langit bertikai menghunus pedang ke jantung kita Air mata telah mensucikan kenangan Musykil sirna sekalipun pahatan kisah runtuh bersetubuh puing ganjil Kelelawar berh

Dongeng buat Bunda

Baju itu ibu sulam benang asa Jarum dibayar di muka Hutang dianggap tiada Disucikannya malam hari dengan air relung hati Di kedalaman sumur doa bunda tetap terjaga Biar Ma, baju itu kutulisi cerita Akan kudongengkan pada anakku Biar Ma, pabrik tekstil itu nanti aku yang punya Kau mau berapa? Sejuta? Kubuatkan baju yang sama Tapi izinkan Izinkan kukabarkan pada jalan-jalan Agar mereka yang beku aturan turut merayakan kemenangan Selusin tahun terpasung di balik bangku membosankan saatnya lepas sangkar Jalanan! Lihat sebiji angka di jidatku bersinar-sinar Walau kalau kau jeli akan nampak agak karatan Cukup itu perlu kau tau, mohon lainnya dirahasiakan Telah dimerdekakan kebodohan (atau kemerdekaan yang dibodohkan?) Kusandang predikat palsu, aku masih musuh ilmu, buta aksara, moral juga Seperti bangsa barbar kita belajar cara menghidupi nafsu yang hampir tewas terkapar Jalanan Tempat meniti mimpi namun ananda lupa juga tempat menata nisan Lupakan cita-cita

Lucy

Rembulan berseri cerah. Tak ada awan menghalangi cahayanya untuk menembus jendela kamarku. Beberapa detik lagi, Juni akan tiba membawa musim kemaraunya. Sebelum itu, aku berharap ada angin datang, menyapu keringatku. Sayang,harapanku sia-sia. Sebenarnya bukan hanya udara panas yang membuatku tidak dapat terpejam. Pikiranku masih disibukkan oleh kejadian tadi siang, saat seorang perempuan datang ke rumah. Aku melihat ibu memeluknya dengan erat. Pelukan yang segera membuatku iri. Aku begitu mendambakan pelukan itu sejak kecil, namun tak pernah kudapatkan dari ibu hingga sekarang. “Ini Lucy, kakakmu,” kata ibu saat mengenalkannya padaku. Kakak? Ternyata aku punya kakak?! Lucy bercerita, saat umurnya lima belas dan aku empat tahun, ia pergi dari rumah karena tak tahan mendengar pertengkaran kedua orangtua kami yang terus menerus. Sampai akhirnya, beberapa bulan lalu ia mendengar kabar bahwa kedua orangtua kami resmi bercerai. Ia pun memutuskan untuk kembali ke rumah. Aku berusa

DPR Harus Mau Bercermin

Setelah berbagai pandangan miring ditujukan pada para petinggi negeri, kali ini kembali DPR menjadi sorotan.Rencana pembangunan gedung DPR baru yang akan dimulai Oktober mendatang dan diperkirakan menelan biaya 1,6 teriliyun rupiah sontak menuai protes dari rakyat. Hal itu dinilai terlalu mewah dan berlebihan. Menurut rencana, gedung baru nantinya akan dibuat 36 lantai dengan luas 159.000 m2. Ruang setiap anggota DPR yang tadinya berukuran 32 m2 akan diperluas lagi nyaris empat kali lipat menjadi 120 m2. Padahal jika dihitung rata-rata harga satu ruangan DPR saja sekitar 2,8 miliar. Belum cukup dengan itu, akan dibuat pula kolam renang, ruang pijat dan spa di dalamnya. Tentu saja hal ini sangat melukai hati rakyat. Di tengah kemiskinan yang tak kunjung reda, DPR malah asyik mempersolek diri. Alasannya agar DPR dapat semakin meningkatkan kinerjanya. Juga sebagai salah satu bentuk reword terhadap DPR yang selama ini ‘telah’ memperjuangkan nasib rakyat. Padahal korupsi merajarela. Bel

Awas, Cybercrime Mengintai

Beberapa tahun terakhir jejaring sosial seperti facebook dan twitter menjadi sangat populer dan fenomenal. Bahkan di Indonesia sendiri penggunanya mencapai lebih dari 25 juta orang. Dibanding negara-negara lain di dunia, jumlah ini termasuk yang terbesar. Hal ini semakin dipersubur oleh tarif operator yang semakin terjangkau dan bermunculannya HP-HP murah dengan fitur lengkap sehingga memungkinkan setiap orang dapat mengakses internet dengan mudah. Komunikasi yang serba praktis adalah faktor kenapa facebook dan twitter begitu melekat di hati masyarakat. Masyarakat dapat mencari teman lama maupun baru, saling bertukar pikiran dan informasi. Bahkan dapat pula sebagai ajang promosi usaha. Di kalangan remaja, jejaring sosial menjadi trend tersendiri. Salah satunya adalah untuk menunjukkan exsistensi. Belum gaul jika belum memiliki akun facebook. Karena itulah mereka berlomba memasang foto semenarik mungkin, mengumbar identitas, mencari teman sebanyak-banyaknya dan rajin menulis statu

Dilema TDL

Belum genap sebulan sejak diumumkannya kenaikan tarif dasar listrik sebesar 6-18%, dampak yang diakibatkan sudah cukup terasa meski bukan secara langsung. Hal ini dapat ditandai dengan melonjaknya harga sembako dan kebutuhan pokok lain. Padahal sebenarnya kenaikan TDL hanya ditujukan bagi kalangan menengah atas dan industri, namun rupanya rakyat kecil turut pula menerima imbasnya. Bagaimana tidak, listrik merupakan kebutuhan pokok. Bagi industri sendiri, kenaikan TDL berpengaruh terhadap meningkatnya biaya produksi. Otomatis, harga jual produkpun ikut naik. Meski demikian, produsen tak dapat menetapkan harga terlampau tinggi mengingat persaingan ketat dan minat pembeli yang cenderung menurun. Satu-satunya jalan adalah dengan pemangkasan biaya produksi, yang akhirnya berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dilematis memang, di sisi lain, tujuan pemerintah menaikkan TDL adalah untuk mengendalikan subsidi sebesar 55,1 triliun. Selama ini subsidi listik diberikan secara merata, bai

Kabar Duka dari Prambanan

Dengarkan baik- baik, relief itu saling berbisik menggunjingkan sejarah yang telah banyak berubah Gendhing jawa terasa hampa Rama dan Shinta bosan bercinta Siang hari arca dipuja Malam hari ia mendesah sendiri mencari puing kuping yang hilang dicuri Kenapa tuhan dikhianati? Rasakan daun telingamu bergetar oleh jerit pilu dari celah batubatu Shiwa murka, katanya wisnu dikurung, ia disekap Brahma diikat! Prambanan porak poranda kena gempa! Siapa peduli?! Bandung masih berdendang lagu cinta yang tiada berkesudahan Di bawah sana negrinya berantakan sisa perang bela negara ia berdendang sepanjang masa masih abadi dendamnya Jonggrang jelita, dari matanya menetes air mata darah Seribu kenangan pahit menjadi pondasi yang tiada lapuk juga ditelan zaman Hingga ia tetap bertengger arogan Lihatlah satu relief tak utuh, terserak, terseok, terbatabata berkata tak berguna berbangga yang berjaya pasti ada akhirnya