Langsung ke konten utama

Istri Pengen Self Care VS Suami yang Nggak Peka

Aku tergelitik untuk nulis ini karena baca salah satu komentar di Instagramku, yang ngebahas tentang pentingnya para ibu meluangkan waktu untuk self care ( Tonton di sini ).  Kalo ditanya, pasti semua ibu pengen self care -an. Tapi realitanya, boro-boro, mau self care gimana? Udah repot duluan ngurus anak. Belum lagi kalo suami nggak peka 😒  Kayaknya sangat mewakili ibu-ibu banget yaa. Angkat tangan kalo relate ! 🀭 Emang ya, Bun. Setelah punya anak, apalagi masih kecil, mau nyuri waktu self care tuh "menantang" banget. Padahal itu salah satu kebutuhan dasar supaya kita bisa recharge energi. Makanya, penting banget peran suami di sini untuk gantiin take care anak atau bantu pekerjaan rumah selama kita self care . Tapi, banyak istri yang ngerasa suaminya nggak peka, nggak mau bantu.  Tau nggak, kalo sebenarnya kebahagiaan tertinggi seorang laki-laki adalah ketika ia bisa membahagiakan pasangannya. Boleh di kroscek ke suami masing-masing, apa definisi kebahagiaan bagi ...

A Happy Wife

Memutuskan untuk berhenti kerja di tengah karier yang menjanjikan bukanlah hal mudah. Banyak juga yang menyayangkan kenapa harus berhenti. Bagiku, yang terpenting aku tahu apa yang benar-benar kuinginkan. Dengan pekerjaan yang kujalani, tidak terbayang bagaimana rasa bersalahnya, ketika suami masih di rumah, pagi-pagi aku harus berangkat kerja lebih dulu. Ketika suami pulang kerja, aku belum tiba di rumah karena masih menyelesaikan pekerjaan kantor. Belum lagi jika nanti sudah punya anak. Aku pernah dengar cerita dari seorang teman kantor. Sebagai wanita karier, pada suatu titik dia merasakan penyesalan. Oh ternyata anakku sudah bisa begini, sudah bisa begitu. Oh, tiba-tiba udah besar aja. Banyak fase perkembangan anak yang terlewat sehingga dia sendiri terkejut dengan apa yang telah dicapai anaknya. Aku tidak ingin hal serupa terjadi padaku. Sejak lama memang aku sudah berniat untuk berhenti bekerja setelah menikah nanti. Kebetulan suami sangat mendukung. Pekerjaannya sebagai pengajar membuatnya sering 'dicurhati' murid-murid. Ia tahu bagaimana kesedihan anak-anak yang kedua orang tuanya sibuk bekerja dan bagaimana dampaknya terhadap anak tersebut. Kami berharap semoga nantinya bisa mencurahkan kasih sayang secara penuh dengan mengurus anak-anak sendiri, tanpa bantuan pengasuh.

Lalu apakah mimpiku terhenti sebagai ibu rumah tangga saja? Tentu tidak. Berhenti berkarier bukan berhenti berkarya. Menikah tidak berarti mimpi kita selesai. Justru ini awal dari mimpi-mimpi selanjutnya. Sejak menjadi ibu rumah tangga, aku jadi punya lebih banyak waktu untuk menekuni hobi menulis lagi, dan juga hobi-hobi lain yang sempat terhenti karena kesibukan kerja. Waktunya bisa kuatur dengan fleksibel sehingga aku tetap bisa menjalankan kewajiban utamaku sebagai seorang istri. Meski sehari-hari hanya di rumah, menjalani hidup dengan passion waktu akan terasa cepat dan menyenangkan.
Memang tidak bisa dipungkiri, pemasukan jadi berkurang drastis. Dari yang biasanya menerima gaji sendiri tiap bulan. Sekarang hanya bisa mengandalkan gaji suami. Itupun harus dibagi-bagi, untuk belanja bulanan, membayar kos dan menyisihkan sedikit tabungan masa depan. Namun justru di moment inilah aku benar-benar merasakan keajaiban menikah. Dulu sebelum menikah, uang habis begitu saja. Banyak sekali pengeluaran untuk hal-hal yang tidak penting. Nongkrong di cafe lah, jajan ini itu, belanja baju dan masih banyak lagi. Namun sekarang, aku bisa jauh lebih berhemat. Gimana nggak hemat coba, jatah uang untuk sekali makan di luar, bisa untuk makan kami berdua sehari di rumah.   
Sejak menikah aku memang jadi rutin memasak. Bekal untuk suami juga aku siapkan sendiri (Beruntung punya suami yang nggak pernah malu bawa bekal tiap hari ke kantor, malahan sering minta dibawain. Jadi semangat bikinnya)
Lagi pula rejeki nggak melulu soal uang. Contohnya tadi, menyiapkan bekal, menyambut suami pulang kerja dengan masakan bikinan sendiri, melihat suami makan dengan lahap, itu juga rejeki yang luar biasa. Hal yang mungkin nggak bisa selalu dilakukan jika aku tetap berkarier di luar sana.
Bagi seorang istri, keluarga harus jadi prioritas utama. Bukan sebaliknya. Kesuksesan istri bukan diukur dari seberapa hebat kariernya, tapi bagaimana suami dan anak-anak bisa sukses karenanya.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Me Time Mewah Bersama Vitalis Perfumed Moisturizing Body Wash

Menjadi ibu ternyata nggak seindah apa yang ditampilkan di feeds Instagram. Saking repotnya ngurus anak, diri sendiri jadi nggak keurus. Penampilan awut-awutan , rumah berantakan, banyak kerjaan yang keteteran. Ya apalah aku ini tanpa dayang-dayang.  Imbasnya, semenjak punya anak aku jadi lebih sering uring-uringan. Suami dan anak yang jadi korbannya. Aku sadar sih, selain karena capek, juga karena kurang me time . Pernah sih waktu itu nyobain pergi sendiri untuk me time . Bukannya happy , yang ada malah jadi mellow pengen cepet-cepet pulang ketemu anak.

Review Softlens New More Dubai (Honey Brown)

Sebagai penderita mata minus aku jarang banget memakai softlens. Aku lebih memilih pakai kacamata untuk sehari-hari karena nggak ribet, dan hanya memakai softlens untuk event tertentu saja seperti kondangan atau acara spesial lain. Kebetulan bulan ini banyak banget undangan nikahan. Jadi aku memutuskan untuk beli softlens lagi. Walau hanya perintilan kecil aku ngerasa ini ngaruh banget untuk penampilanku keseluruhan. Meski baju dan dandanan udah cantik, kalau pakai kacamata tuh rasanya kurang perfect aja gitu.

Pelangi Jingga

Ini adalah karya novel pertama saya, yang saya tulis selama 3 tahun lebih (sempat vacum karena kesibukan di kampus) dan akhirnya dapat terbit tahun pada tahun 2010. Awalnya saya menulis dengan Ilustrasi covernya saya buat sendiri.  Dan... berikut ini sinopsisnya: Jingga adalah seorang gadis manis berumur 17 tahun yang lucu, baik hati, dan periang. Ia punya begitu banyak teman yang menyayanginya. Di sekolah ia punya segudang prestasi dan selalu menjadi kebanggaan guru- guru dan orangtuanya. Mulai dari juara kelas, debat ini itu, sampai prestasi non akademis seperti modeling dan melukis. Diantara bakatnya yang lain melukis memang yang paling menonjol. Hidupnya nyaris sempurna, kelihatannya amat bahagia namun sebenarnya di hatinya menyimpan sebuah kesedihan yang amat mendalam. Vincent, ia adalah sahabat karib di masa kecil Jingga, cinta pertamanya. Jingga dan Vincent harus terpisah karena Vincent harus pindah ke luar negeri. Sejak itulah Jingga selalu terobsesi untuk bertemu...