Aku tergelitik untuk nulis ini karena baca salah satu komentar di Instagramku, yang ngebahas tentang pentingnya para ibu meluangkan waktu untuk self care ( Tonton di sini ). Kalo ditanya, pasti semua ibu pengen self care -an. Tapi realitanya, boro-boro, mau self care gimana? Udah repot duluan ngurus anak. Belum lagi kalo suami nggak peka 😢 Kayaknya sangat mewakili ibu-ibu banget yaa. Angkat tangan kalo relate ! 🤠Emang ya, Bun. Setelah punya anak, apalagi masih kecil, mau nyuri waktu self care tuh "menantang" banget. Padahal itu salah satu kebutuhan dasar supaya kita bisa recharge energi. Makanya, penting banget peran suami di sini untuk gantiin take care anak atau bantu pekerjaan rumah selama kita self care . Tapi, banyak istri yang ngerasa suaminya nggak peka, nggak mau bantu. Tau nggak, kalo sebenarnya kebahagiaan tertinggi seorang laki-laki adalah ketika ia bisa membahagiakan pasangannya. Boleh di kroscek ke suami masing-masing, apa definisi kebahagiaan bagi ...
Padahal nggak semua pasangan yang sudah menikah akan segera punya anak. Semua tergantung dengan kesiapan dan kondisi masing-masing pasangan, dan campur tangan Tuhan tentu saja. Yang tidak bisa disamakan satu dengan yang lain. Ada yang sengaja menunda karena alasan tertentu (seperti aku dan suami yang sengaja menunda selama setengah tahun di awal pernikahan kami karena pengen puas-puasin pacaran halal dulu). Ada juga pasangan yang memang sudah berusaha sampai bertahun-tahun, berdoa sepanjang malam, bahkan menghabiskan banyak uang untuk berobat kesana kemari, namun belum juga berhasil dikaruniai momongan. Atau malah, ada juga yang sudah pernah memiliki, namun Allah mengambilnya kembali sebelum sempat dilahirkan ke dunia. Kita nggak pernah tahu cerita dibalik itu. Apakah hal itu harus diumumkan ke semua orang? Kebayang nggak kesedihan yang mereka rasakan selama ini? Dan pertanyaan yang kita ajukan hanya akan memperparah kesedihan itu.
Sebenarnya aku sendiri nggak masalah jika
pertanyaan itu datang dari keluarga atau teman dekat. Aku masih menganggap wajar
jika mereka menunjukkan perhatiannya dengan cara tersebut. Malahan ada temenku yang sengaja menjadikannya sebagai bahan candaan setiap kali kami bertemu. Akupun nggak mempermasalahkannya, karena kami sudah berteman dekat. Yang jadi masalah adalah, seringkali
pertanyaan itu juga datang dari orang-orang yang nggak begitu kukenal dekat,
bertubi-tubi, yang tentunya membuatku terganggu. Apalagi kebanyakan cuma sekedar
basa basi atau kepo.
“Loh, si anu baru nikah 2 bulan sekarang malah udah
isi duluan.” Pernyataan semacam itu juga pernah mampir di telingaku.
Hey. Punya anak bukanlah sebuah perlombaan,
siapa cepat dia yang menang. Bukan. Lagi pula untuk apa membanding-bandingkan seperti itu? Tidak bisakah kita iklas turut bahagia atas kebahagiaan yang dirasakan orang lain? Aku, meski sekarang udah nggak lagi menunda kehamilan, tapi juga nggak terlalu ngoyo berusaha. Aku masih sangat menikmati peran baruku sebagai seorang istri. Meski ada satu nikmat yang belum diberikan Tuhan untukku, tapi masih banyak hal lain yang bisa kusyukuri. Aku masih diberi kesehatan, rizki yang cukup sehingga aku bisa tetap makan 3x sehari, ada tempat berteduh, dan pakaian yang layak. Aku punya suami yang baik, yang kalau disebutkan satu persatu kebaikannya tidak akan pernah cukup kutulis di sini. Yang tak kalah penting, aku juga masih punya banyak waktu luang untuk berkarya sepuasnya, satu hal yang mungkin akan sulit kulakukan setelah punya bayi.
Aku percaya Tuhan akan memberikan yang terbaik diwaktu yang paling tepat menurutnya. Sebagian diberi rejeki berupa keturunan tak lama setelah menikah. Sebagian lagi diberi ujian kesabaran dan ujian syukur atas rizki lain yang Tuhan berikan. Semua itu karena Tuhan sayang kepada hamba-Nya.
Aku percaya Tuhan akan memberikan yang terbaik diwaktu yang paling tepat menurutnya. Sebagian diberi rejeki berupa keturunan tak lama setelah menikah. Sebagian lagi diberi ujian kesabaran dan ujian syukur atas rizki lain yang Tuhan berikan. Semua itu karena Tuhan sayang kepada hamba-Nya.
Aku yakin banyak juga orang yang mengalami
pengalaman yang sama sepertiku. Mungkin sekilas kelihatannya mereka menjawab
pertanyaan dengan enteng, "belum, doain aja" atau "udah, isi cireng, gehu..., bla..bla..blaa" Tapi apakah kita tahu,
dibalik jawaban-jawaban itu bisa jadi sudah banyak sekali sujud dan doa yang
mereka panjatkan untuk segera memperoleh momongan. Begitu juga dengan usaha
yang telah dilakukan. Apakah salah jika mereka tidak ingin membaginya pada orang lain. Banyak orang yang berikhtiar dalam diam, akan
jauh lebih bijak jika kita turut mendoakannya dalam diam juga.
Kita harus belajar berempati.
Tidak perlulah menanyakan hal-hal yang mereka sendiri tidak tahu jawabannya, karena
itu masih menjadi rahasia Allah (termasuk pertanyaan kapan nikah, kapan punya anak lagi?). Toh, pada saatnya nanti orang-orang juga akan tahu dengan sendirinya (Masa
iya, kehamilan akan diumpet-umpetin). Yah, itung-itung belajar lebih kreatif
dikit. Masih banyak kok pertanyaan lain yang bisa diajukan. Jangan sampai
pertanyaan kita yang maksudnya sekedar basa-basi justru menyakiti, membuat orang
lain tidak nyaman, bahkan bersedih. Yang lebih penting lagi, jangan sampai kita
mengusik apa yang belum orang lain milliki dan malah membuatnya tidak
mensyukuri apa yang sudah dimilikinya. Setuju?
Setuju kak, aku pernah ngalamin pertanyaan kek gitu, yg nanya nya juga masi jomblo dan gak ngasih kado pas aku lahiran kwkwkwk
BalasHapusHahaa.. suka bikin gemesshh
Hapus