Aku tergelitik untuk nulis ini karena baca salah satu komentar di Instagramku, yang ngebahas tentang pentingnya para ibu meluangkan waktu untuk self care ( Tonton di sini ). Kalo ditanya, pasti semua ibu pengen self care -an. Tapi realitanya, boro-boro, mau self care gimana? Udah repot duluan ngurus anak. Belum lagi kalo suami nggak peka π’ Kayaknya sangat mewakili ibu-ibu banget yaa. Angkat tangan kalo relate ! π€ Emang ya, Bun. Setelah punya anak, apalagi masih kecil, mau nyuri waktu self care tuh "menantang" banget. Padahal itu salah satu kebutuhan dasar supaya kita bisa recharge energi. Makanya, penting banget peran suami di sini untuk gantiin take care anak atau bantu pekerjaan rumah selama kita self care . Tapi, banyak istri yang ngerasa suaminya nggak peka, nggak mau bantu. Tau nggak, kalo sebenarnya kebahagiaan tertinggi seorang laki-laki adalah ketika ia bisa membahagiakan pasangannya. Boleh di kroscek ke suami masing-masing, apa definisi kebahagiaan bagi ...
27 Februari 2017
Hari itu tepat hari ulang tahunku
yang ke-27. Aku mendapat sebuah kiriman bunga dari Totong yang dialamatkan ke
kantorku. Ini adalah moment pertama kalinya ia memberiku bunga. Ini juga moment
pertama, akhirnya aku sadar dibalik sikap cueknya selama ini ternyata Totong sungguh-sungguh mencintaiku. (Baca: http://isykasyukriya.blogspot.co.id/2017/12/talk-about-relationship.html#more )
Karena kesibukan kerja, kami baru bisa bertemu di akhir pekan untuk merayakan ulang tahunku. Kami memilih sebuah cafe di daerah Ranca Kendal, Bandung untuk makam malam berdua. Di situlah, ketika akan pulang, tiba-tiba Totong mengeluarkan sebuah cincin dan memberikannya padaku. Rasanya terharu dan hampir nggak percaya. Aku dilamar! Memang nggak dengan perkataan langsung. Dia hanya mengatakan, bahwa dia menitipkan cicin itu untuk maharku nanti.
Rupanya selama ini diam-diam dia sudah
mempersiapkannya. Hanya saja ia menunggu waktu yang tepat untuk membicarakannya
denganku. Sejak hari itu, Totong mulai terbuka. Rasanya aneh, kami biasa
ngobrol ngalor ngidul tentang sekolah, tugas kampus, kerjaan kantor sekarang tiba-tiba
jadi sering ngomongin rencana pernikahan.
Hari ketiga setelah lebaran
Totong datang ke rumah bersama keluarganya. Di luar perkiraanku, niat yang
tadinya hanya untuk perkenalan keluarga, ternyata dia langsung melamarku hari
itu juga. Aku merasa Tuhan begitu mendukung kami. Segala sesuatu dia permudah. Keluargaku
langsung setuju. Malah kami diminta untuk tidak menunda-nunda pernikahan.
17 Juli 2017
Tanggal
pernikahan sudah ditentukan. Sebulan sesudah lamaran, aku dan Totong kembali
pulang ke Jogja untuk mengurus segala keperluan pernikahan kami. Hari itu,
rencananya kami akan fitting baju dan rapat dengan WO. Keluarga dari kedua
belah pihak juga hadir.
Saat itulah ibu
menyampaikan keinginannya, ehem., lebih tepatnya 'memaksa' kami untuk menikah secara
siri hari itu juga. Alasannya agar kami bisa leluasa mengurus segala persiapan
pernikahan kami berdua. Selain itu
agar kedua orang tua kami lebih tenang melepas kami ke Bandung lagi. Sebenarnya
bukan hal aneh di keluargaku. Orang tuaku adalah penganut Islam yang taat. Prinsipnya adalah, jika ada pasangan yang sudah serius
ingin menikah, lebih baik disegerakan, meski baru dengan pernikahan siri. (Karena untuk menikah secara resmi negara pasti membutuhkan waktu yang lebih lama. Belum lagi kalau pakai acara resepsi) Tapi
tetap saja, rasanya seperti kesambar petir di siang bolong. Tentu aku ingin menikah dengan Totong. Tapi tidak dengan cara dipaksa dan mendadak
begini.
Aku sudah pasrah. Selama ini, aku sudah banyak berhutang budi kepada orangtuaku. Satu-satunya yang bisa kulakukan hanyalah menuruti permintaan mereka. Sekarang semua keputusan ada di tangan Totong. Aku tahu tidak mudah baginya. Apalagi ia baru diberitahu setelah sampai di rumahku, beberapa menit sebelum akad berlangsung! Tapi lagi-lagi Totong menunjukan kesungguhannya Ia menyanggupi permintaan kedua orangtuaku. Dengan wajah tegang, ia mengucapkan ijab kabul di depan keluarga kami. Cincin yang dia berikan di hari ulang tahunku menjadi maharnya.
Acara ijab kabul berlangsung sederhana |
Jika orang lain
berdebar-debar menjelang hari pernikahannya, maka tidak denganku. Aku bahkan
tidak merasakan kesakralan pernikahanku sendiri. Bayangkan saja bagaimana
rasanya tiba-tiba didorong dari air terjun yang tinggi, kurang lebih seperti
itulah yang kurasakan. Tapi bukan berarti aku tidak bahagia. Bahagia baru muncul
perlahan-lahan setelah aku menyadari aku sudah menikah.
Teman-teman
kantorku belum ada yang tahu tentang pernikahanku. Hanya pada seorang teman aku
bercerita. Aku tidak tahu bagaimana cara mengumumkannya pada teman-temanku. Aku
sendiri masih merasa aneh dan tidak percaya dengan pernikahanku sendiri. Dua
hari sebelumnya aku hanya ijin pada atasan untuk pulang ke Jogja mengurus
surat-surat nikah. Sekarang aku kembali ke Bandung sudah dengan status yang
berbeda. Aku tidak peduli dengan pandangan orang-orang tentang diriku. Apalagi
selama ini menikah siri dipandang tabu oleh masyarakat. Yang penting aku tidak
melakukan hal-hal yang bertentangan dengan agama.
Lucunya setelah
menikah kami tetap tinggal sendiri-sendiri. Orang tua menyarankan sebaiknya aku
jangan hamil dulu sebelum resmi nikah secara negara. Karena kalau nanti punya anak, akan susah mengurus administrasinya. Aku sendiri masih ingin memuaskan
diri untuk me time, begitupun dengan suami. Kami sama-sama tidak keberatan
tinggal masing-masing dulu. Jadilah awal-awal pernikahan kami jalani dengan 'LDR'.
10 September
2017
Selanjutnya kami disibukan dengan persiapan pernikahan. Kami
sepakat untuk membuat pesta resepsi yang sederhana dengan tidak mengundang
banyak orang. Bagi kami yang terpenting adalah kehidupan setelah menikah.
Lagipula, daripada menghabiskan uang untuk resepsi, mending digunakan untuk
honeymoon.
Meski sederhana dan
ada WO yang membantu, ternyata prakteknya tidak sesimple yang kami bayangkan. Apalagi
kami harus mengurusnya dari jauh, Bandung-Jogja. Beberapa juga kami persiapkan
sendiri, seperti undangan, dan souvenir.
Waktu 3 bulan
berlalu begitu cepat. Tibalah hari pernikahan kami. Untuk kedua kalinya Totong
kembali mengucapkan ijab kabul. Kali ini dihadapan penghulu dan dengan
disaksikan para tamu undangan. Kamipun resmi menikah secara negara.
Acara kemudian berlanjut
dengan resepsi dan boyongan di hari yang sama hingga sore harinya. Semua
berjalan lancar. Rasa lelah dari pagi (bahkan sejak beberapa hari sebelumnya)
pun tergantikan dengan perasaan lega dan bahagia.
Sebenarnya aku
pengen cerita awal perjalananku dengan Totong hingga sekarang. Ada banyak hal
menarik yang kami lewati bersama. Tapi sabar dulu ya. Aku pengen menceritakannya
dalam bentuk buku nantinya, sekarang masih on progress. Doain yaa.., mudah-mudahan bisa selesai tahun
ini... amiiin.
Aamiin, subhanallah kak aku terharu bacanya πselamat ya bahagia dunia akhirat π
BalasHapusAmiin.. Mksih doanya ππ
Hapus