Aku tergelitik untuk nulis ini karena baca salah satu komentar di Instagramku, yang ngebahas tentang pentingnya para ibu meluangkan waktu untuk self care ( Tonton di sini ). Kalo ditanya, pasti semua ibu pengen self care -an. Tapi realitanya, boro-boro, mau self care gimana? Udah repot duluan ngurus anak. Belum lagi kalo suami nggak peka 😢 Kayaknya sangat mewakili ibu-ibu banget yaa. Angkat tangan kalo relate ! 🤠Emang ya, Bun. Setelah punya anak, apalagi masih kecil, mau nyuri waktu self care tuh "menantang" banget. Padahal itu salah satu kebutuhan dasar supaya kita bisa recharge energi. Makanya, penting banget peran suami di sini untuk gantiin take care anak atau bantu pekerjaan rumah selama kita self care . Tapi, banyak istri yang ngerasa suaminya nggak peka, nggak mau bantu. Tau nggak, kalo sebenarnya kebahagiaan tertinggi seorang laki-laki adalah ketika ia bisa membahagiakan pasangannya. Boleh di kroscek ke suami masing-masing, apa definisi kebahagiaan bagi ...
Baju itu ibu sulam benang asa
Jarum dibayar di muka
Hutang dianggap tiada
Disucikannya malam hari dengan air relung hati
Di kedalaman sumur doa bunda tetap terjaga
Biar Ma, baju itu kutulisi cerita
Akan kudongengkan pada anakku
Biar Ma, pabrik tekstil itu nanti aku yang punya
Kau mau berapa? Sejuta?
Kubuatkan baju yang sama
Tapi izinkan
Izinkan kukabarkan pada jalan-jalan
Agar mereka yang beku aturan turut merayakan kemenangan
Selusin tahun terpasung di balik bangku membosankan
saatnya lepas sangkar
Jalanan!
Lihat sebiji angka di jidatku bersinar-sinar
Walau kalau kau jeli akan nampak agak karatan
Cukup itu perlu kau tau, mohon lainnya dirahasiakan
Telah dimerdekakan kebodohan
(atau kemerdekaan yang dibodohkan?)
Kusandang predikat palsu,
aku masih musuh ilmu, buta aksara, moral juga
Seperti bangsa barbar
kita belajar cara menghidupi nafsu yang hampir tewas terkapar
Jalanan
Tempat meniti mimpi
namun ananda lupa
juga tempat menata nisan
Lupakan cita-cita menjadi penguasa berdasar hukum rimba
Sempatkah menolak? Pilihan kedua telah dijatuhkan
Ananda pulang ditutup kafan
Kembali dicuci baju anaknya di muara air mata
Namun tak juga hilang putih abu, biru, merah tua
Baju penuh noda luka-luka bunda
Tetap disimpannya dalam kotak mustika
Layaknya lembaran buku cerita
Berkisah sepanjang malam
sebagai pengantar tidur bunda
hingga akhir hayatnya
Juni 2009
Jarum dibayar di muka
Hutang dianggap tiada
Disucikannya malam hari dengan air relung hati
Di kedalaman sumur doa bunda tetap terjaga
Biar Ma, baju itu kutulisi cerita
Akan kudongengkan pada anakku
Biar Ma, pabrik tekstil itu nanti aku yang punya
Kau mau berapa? Sejuta?
Kubuatkan baju yang sama
Tapi izinkan
Izinkan kukabarkan pada jalan-jalan
Agar mereka yang beku aturan turut merayakan kemenangan
Selusin tahun terpasung di balik bangku membosankan
saatnya lepas sangkar
Jalanan!
Lihat sebiji angka di jidatku bersinar-sinar
Walau kalau kau jeli akan nampak agak karatan
Cukup itu perlu kau tau, mohon lainnya dirahasiakan
Telah dimerdekakan kebodohan
(atau kemerdekaan yang dibodohkan?)
Kusandang predikat palsu,
aku masih musuh ilmu, buta aksara, moral juga
Seperti bangsa barbar
kita belajar cara menghidupi nafsu yang hampir tewas terkapar
Jalanan
Tempat meniti mimpi
namun ananda lupa
juga tempat menata nisan
Lupakan cita-cita menjadi penguasa berdasar hukum rimba
Sempatkah menolak? Pilihan kedua telah dijatuhkan
Ananda pulang ditutup kafan
Kembali dicuci baju anaknya di muara air mata
Namun tak juga hilang putih abu, biru, merah tua
Baju penuh noda luka-luka bunda
Tetap disimpannya dalam kotak mustika
Layaknya lembaran buku cerita
Berkisah sepanjang malam
sebagai pengantar tidur bunda
hingga akhir hayatnya
Juni 2009
Komentar
Posting Komentar