Aku tergelitik untuk nulis ini karena baca salah satu komentar di Instagramku, yang ngebahas tentang pentingnya para ibu meluangkan waktu untuk self care ( Tonton di sini ). Kalo ditanya, pasti semua ibu pengen self care -an. Tapi realitanya, boro-boro, mau self care gimana? Udah repot duluan ngurus anak. Belum lagi kalo suami nggak peka 😢 Kayaknya sangat mewakili ibu-ibu banget yaa. Angkat tangan kalo relate ! 🤠Emang ya, Bun. Setelah punya anak, apalagi masih kecil, mau nyuri waktu self care tuh "menantang" banget. Padahal itu salah satu kebutuhan dasar supaya kita bisa recharge energi. Makanya, penting banget peran suami di sini untuk gantiin take care anak atau bantu pekerjaan rumah selama kita self care . Tapi, banyak istri yang ngerasa suaminya nggak peka, nggak mau bantu. Tau nggak, kalo sebenarnya kebahagiaan tertinggi seorang laki-laki adalah ketika ia bisa membahagiakan pasangannya. Boleh di kroscek ke suami masing-masing, apa definisi kebahagiaan bagi ...
Angin kerontang memungut sepotong awan
Kepak burung hitam
tumbang menampar terik
Kaoknya parau
bagai sayatan sabit malaikat
Liang semut telah berabad lalu ditinggal penghuni
rengkah
di balik ilalang kering
Sepasang kaki menjejak
pusara sejarah tanpa kamboja
Lahat menganga
risau menunggu kematian
melenggang tanpa wujud
Di dinding batu yang gelap dan dingin
tangan gaib merangkai ceceran huruf berkabung
Amitbha Aksobya Vajrapani Manjusri
Diakah Bodhisattva yang bersimpuh
menahan perginya sang Budha?
Arca bergelimpangan tanpa kepala
Oh, pembantaian semalam menyisakan
anyir darah
dan desir kekosongan
Aku Pramudya Wardani
Putri Samaratungga!
Kutebar kuncup melati di atas jasadku
Agar semerbak lesap dalam kalbu kekasih
Ingatkah ketika kau letakkan gelora di pucuk-pucuk perwara?
Dua kerajaan langit bertikai
menghunus pedang ke jantung kita
Air mata telah mensucikan kenangan
Musykil sirna sekalipun pahatan kisah runtuh
bersetubuh puing ganjil
Kelelawar berhambur dengan tengkuk merinding
Suara gemuruh terpantul di lorong sunyi
“Plaosan, lambang cinta abadi!”
Kepak burung hitam
tumbang menampar terik
Kaoknya parau
bagai sayatan sabit malaikat
Liang semut telah berabad lalu ditinggal penghuni
rengkah
di balik ilalang kering
Sepasang kaki menjejak
pusara sejarah tanpa kamboja
Lahat menganga
risau menunggu kematian
melenggang tanpa wujud
Di dinding batu yang gelap dan dingin
tangan gaib merangkai ceceran huruf berkabung
Amitbha Aksobya Vajrapani Manjusri
Diakah Bodhisattva yang bersimpuh
menahan perginya sang Budha?
Arca bergelimpangan tanpa kepala
Oh, pembantaian semalam menyisakan
anyir darah
dan desir kekosongan
Aku Pramudya Wardani
Putri Samaratungga!
Kutebar kuncup melati di atas jasadku
Agar semerbak lesap dalam kalbu kekasih
Ingatkah ketika kau letakkan gelora di pucuk-pucuk perwara?
Dua kerajaan langit bertikai
menghunus pedang ke jantung kita
Air mata telah mensucikan kenangan
Musykil sirna sekalipun pahatan kisah runtuh
bersetubuh puing ganjil
Kelelawar berhambur dengan tengkuk merinding
Suara gemuruh terpantul di lorong sunyi
“Plaosan, lambang cinta abadi!”
Komentar
Posting Komentar